pasee shooting community

burung

Kamis, 04 Desember 2014

Flora & Fauna Identitas Aceh

(I) A.Burung Cempala Kuneng

Burung Cempala Kuneng adalah Maskot (Fauna Identitas) Provinsi Aceh. Burung Cempala Kuning, disebut juga sebagai Ceumpala Kuneng, dan Kucica Ekor-kuning merupakan fauna identitas provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, mendampingi Bunga Jeumpa yang dijadikan flora identitas.
Burung Cempala Kuneng (Trichixos pyrropygus) telah menjadi burung kebanggaan sejak masa Sultan Iskandar Muda (1607 -1636) dan banyak disebut dalam hikayat Aceh. Oleh karenanya tidak mengherankan jika kemudian burung yang disebut juga sebagai Kucica Ekor-kuning ini kemudian ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Burung asli Indonesia ini mempunyai beberapa nama mulai Cempala Kuneng, dan Kucica Ekor-kuning, serta dalam bahasa Aceh sendiri terkadang disebut sebagai cicem pala kuneng. Dalam bahasa Inggris salah satu anggota burung pengicau ini disebut dengan Rufous-tailed Shama. Dan dalam bahasa latin, nama ilmiah resminya adalah Trichixos pyrropygus, Lesson 1839 yang bersinonim dengan Trichixos pyrropyga Sibley and Monroe (1990, 1993) dan Copsychus pyrropygus.




B.Diskripsi Burung Cempala Kuneng

Burung Cempala Kuneng atau Kucica Ekor-kuning (Trichixos pyrropygus) berukuran sedang, sekitar 21 cm, dan berekor panjang. Warna bulunya coklat keabuan tua mengkilap dengan ciri khas alis putih yang terbentuk di atas mata, serta paruh hitam ramping tajam. Sebagian dada dan perut sampai pangkal ekor dan punggung berwarna kuning kemerahan, sedangkan ujung ekornya berwarna hitam dengan pinggir putih pada bagian bawahnya. Burung betina lebih coklat serta tidak mempunyai alis putih. Burung remaja lebih coklat berbintik-bintik kuning merah karat. Iris coklat; paruh hitam; kaki hitam.
Suara kicauan burung Kucica Ekor-kuning biasanya terdiri dari siulan merdu, nada tunggal dan nada ganda, “pi-uuu”, meningkat dan menurun bergantian secara tidak tetap.

C.Distribusi, Habitat, dan Konservasi

Hewan khas provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikenal sebagai burung cempala kuneng merupakan hewan asli yang mendiami Indonesia, Semenanjung Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Di Indonesia, Kucica Ekor-kuning (Trichixos pyrropygus) tersebar bukan hanya di Aceh saja namun dapat dijumpai hampir di seluruh pulau Sumatera dan Kalimantan.
Habitat burung Ceumpala Kuneng meliputi hutan dataran rendah, daerah rawa gambut, hutan berdaun lebar dengan ketinggian di bawah 1.200 meter dpl.
Jumlah populasi dan individu tidak diketahui dengan pasti. Namun disinyalir telah mengalami penurunan populasi yang sangat besar dan mulai menjadi hewan langka di beberapa daerah. Penurunan populasi diakibatkan oleh tingkat kerusakan hutan yang tinggi di wilayah Sumatera dan Kalimantan serta adanya perburuan liar untuk diperjualbelikan sebagai burung peliharaan.



Meskipun keberadaannya di alam bebas semakin langka, namun oleh lembaga konservasi internasional IUCN Red List masih belum dianggap terancam dan hanya dikategorikan dalam spesies berstatus Near Threatened atau hampir terancam sejak tahun 2000. Belum terdaftar dalam apendiks CITES serta tidak termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.
Namun dengan tingkat deforestasi yang sangat tinggi, tidak menutup kemungkinan burung indah Ceumpala Kuneng atau Kucica Ekor-kuning hanya akan tersisa di dalam Hikayat Aceh saja.

(II) B.Bunga Jeumpa

Bunga Jeumpa (Michelia champaka) atau disebut juga Cempaka Kuning, merupakan satu dari sekitar 50 spesies anggota genus Michelia. Bunga Jeumpa merupakan pohon atau perdu yang mempunyai tinggi antara 3 – 6 meter. Memiliki bunga yang berbau wangi dan berwarna oranye, kuning atau putih krem, berukuran agak besar, helaian bunganya tersusun dalam untaian yang banyak. Buahnya coklat terdiri atas 2-6 biji. Minyak bunga ini digunakan sebagai bahan parfum. Bunga Jeumpa merupakan flora identitas (maskot) provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Bunga Jeumpa atau Cempaka Kuning ini berasal dari India dan tersebar mulai dari India, Indo Cina, Indo Cina, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil. Bunga Jeumpa tumbuh dipinggir hutan pada tanah yang subur pada ketinggian hingga 1500 m dpl.
Perbanyakan bunga identitas provinsi Nanggroe Aceh Darusaalam ini dapat dilakukan dengan mudah melalui biji yang akan tumbuh kurang lebih 3 bulan sesudah biji disebar dan dalam waktu 4 – 5 tahun pohon telah menghasilkan bunga.



Di Indonesia, Bunga ini mempunyai beberapa nama lokal seperti;


Jeumpa (Aceh),
Jempa, Cempa (Gayo),
Campaga (Minangkabau),
Campaka Koneng (Sunda),
Cempaka Kuneng (Jawa)
Kembhang Koneng, Compaka Koneng (Madura),
Campaka, Campaka Barak, Campaka Warangan (Bali),
Campaka Mariri (Sulawesi utara),
Campaka (Gorontalo),
Bunga Macela, Cepaga (Bugis),
Sampakak (Seram),
Cupaka (Halmahera utara),
Capaka Goraci (Ternate).

Di negara lain seperti India disebut “Champaca Champa” (चमपा चमपा), di Thailand disebut “จำปา“, sedangkan di Vietnam disebut dengan “Su Nam” atau “Su Ngoc Lan”

Pemanfaatan bunga Jeumpa antara lain dapat digunakan sebagai campuran pada jamu atau digunakan untuk wewangian rambut atau diramu bersama bahan lain untuk dijadikan parfum. Bunganya dapat disarikan untuk digunakan minyak wangi atau campuran pewangi pada kosmetika.

Syukur saja bunga indah dan harum ini tidak termasuk dalam kategori flora yang langka karena masih banyak ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. Baik yang tumbuh liar maupun yang dibudidayakan sebagai tanaman hias.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar